Masalah sosial menurut Kartini Kartono ialah:
- Semua bentuk tingkah laku yang melangar atau memperkesa adat istiadat masyarakat (adat istiadat tersebut diperlukan untuk menjamin kesejahteraan hidup bersama).
- Situasi social yang dianggap oleh sebagian besar dari warga masyarakat sebagai penggangu, tidak dikehendaki, berbahaya, dan merugikan orang banyak.
Formulasi
alternative untuk melengkapi arti “ masalah social” ialah istilah disorganisasi
social, juga sering disebut dengan disintegrasi social, yang selalu diawali dengan
analisis mengenai perubahan-perubahan dan proses-proses organic.
Masalah
social menyangkut nilai-nilai dan moral, masalah tersebut merupakan persoalan
karena menyangkut tata kelakuan yang inmoral, yang berlawanan dengan hukun dan
bersifat merusak.
Faktor-faktor penyebab masalah social adalah:
- Faktor Ekonomi, masalah sosial yang disebabkan oleh faktor ekonomi adalah masalah kemiskinan, penganguran, pemogokan, penggusuran.
- Faktor Biologis, masalah social yang disebabkan oleh faktor biologis adalah masalah penyakit-penyakit yang ada dalam kehidupan masyarakat
- Faktor psikologis, masalah social yang disebabkan oleh faktor psikologisi adalah masalah penyakit syaraf seperti bunuh diri, disorganisasi jiwa.
- Faktor Perceraian, masalah social yang disebabkan oleh faktor perceraian adalah kenakalan remaja, konflik rasional, dankeagamaan yang bersumber pada faktor kebudayaan.
Masalah
sosial dalam kehidupan masyarakat sangan beragam seperti ada kejahatan, kenakan
remaja, perceraian, kemiskinan, homoseksual, konflik antar ras, pelacuran,
korupsi, dan penyalah gunaan norkotika.
Salah satu pembahasan masalah sosial, yaitu Penyalahgunaan
Narkotika
- Pengertian dan Jenis Narkotika
Narkotika pada dasarnya adalah zat/obat yang berasal dari
tanaman/sintesis yang jika dimakan, diminum, dihisap, atau dimasukkan
(disuntikkan) ke dalam tubuh manusia dapat menurunkan kesadaran dan menimbulkan
ketergantungan karena mengandung bahan-bahan kimiawi yang berpengaruh dan
berefek pada struktur dan organisme tubuh.
Menurut
pasal 1 UU No. 9 tahun 1976, jenis-jenis zat yang termasuk narkotika adalah:
1.
Bahan-bahan
- Tanaman papaver, adalah tanaman papaver somnifferum L, termasuk biji, buah, dan jeraminya.
- .Opium mentah, adalah getah yang membeku sendiri, diperoleh dari tanaman papaver somniferum L yang hanya mengalami pengolahan sekadar untuk mpembungkus dan pengangkutan tanpa memperhatikankadar morfnnya.
- Opium masak adalah
a. Candu, yakni hasil
yang diperoleh dari opium mentah dari suatu rentetan pengolahan, khususnya
dengan pelarutan, pemanasan dan peragian. Dengan atau tambahan bahan-bahan
lain, dengan maksud mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok umtuk
pemadatan.
b. Jicing, yakni sisa-sisa
dari candu yang setelah dihisap tanpa memperhatikan apakah candu itu dicampur dengan
daun atau bahan lain,
c.
Jicingko yakni hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.
- Opium obat adalah opium mentah yang telah mengalami pengolahan, sehingga sesuai untuk pengobatan, baik dalam bentuk bubuk ataupun dalam bentuk lain atau dicampur dengan zat-zat netral sesuai dengan syarat farmakoope.
- Tanaman koka adalah tanaman dari semua jenis erythroxylon dari kelargaverythroxylaceace
- Daun koka adalah daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam bentk serbuk dari semua tanaman jenis erythroxylon dari keluarga erytroxylaceace, yang menghasilkan kokain secara langsung atau melalui perubahan kimia.
- Tanaman ganja adalah semua bagian dari semua tanaman genuscanabis, termasuk biji dan buahnya.
- Daun ganja adalah damar yang diambil dari tanaman ganja, termasuk hasil pengelolahanya, yang mengunakan damar sebagai bahan dasarnya.
- Garam-garam dan turunan-turunan dari morfin dan kokaina.
- Campuran-campurn dan senduhan-senduhan yang mengandung bahan yang tersebut dalam 1 sampai 3 diatas ( urtan nomor tidak persis UU No.9/1976)
Jenis-jenis
narkotika juga bisa digolongkan dari potensi ketergantungan yang ditimbulkan,
antara lain :
- Narkotika Golongan I
Narkotika
pada golongan I ini berpotensi sangat tinggi dapat menyebabkan ketergantungan,
sehingga tidak digunakan untuk terapi kesehatan. Contohnya adalah heroin,
kokain, dan ganja.
- Narkotika Golongan II
Narkotika
golongan II merupakan jenis narkotika yang tingkat ketergantungannya tinggi.
Namun, biasanya narkotika jenis ini digunakan sebagai pilihan terakhir untuk
alat terapi kesehatan. Contohnya antara lain morfin, petidin, dan metadon.
- Narkotika Golongan III
Berbeda
dengan narkotika golongan I dan II, narkotika golongan III mempunyai tingkat
ketergantungan yang rendah, dan biasanya digunakan untuk terapi kesehatan.
Contohnya yaitu kodein.
- Dampak atau efek dari penggunaan narkotika
Efek dari penggunaan narkotika antara lain mampu mengubah
suasana hati penggunanya. Pada umumnya, suasana hati yang ditimbulkan adalah
sebagai berikut :
- Rasa gelisah, gugup, curiga, merasa dikejar-kejar, dan mudah tersinggung.
- Pelupa, pikiran kabur, acuh tak acuh, dan tertekan.
- Apatis, putus asa, pendiam, bingung, dan menyendiri.
- Sinis, pesimis, dan muram.
Dalam proses yang lebih lanjut, penyalahgunaan penggunaan
narkotika akan mengakibatkan kecanduan bagi pemakainya. Penggunaan yang
berlebihan menjadi tidak berdaya secara fisik maupun mental. Secara fisik
karena tidak bisa melepasakan diri dari pemakaian narkotika dan meresa tersiksa
jika tidak memakai narkotika dalam jangka waktu tertentu. Secara mental karena
selalu terdorong oleh hasrat dan nafsu yang besar untuk terus menggunakan
narkotika disebabkan oleh karena sifat candu narkotika itu sendiri /zat
adiktif.
Daya tarik narkotika terletak pada kesanggupan untuk
menciptakan perasaan nyaman karena dapat menghilangkan rasa takut, ketegangan,
dan kegugupan secara semu. Dalam keadaan high, ditemukan perasaan diluar
kenyataan, seperti mimpi. Apabila daya kerja narkotika mulai habis, perasaan
high mulai hilang, timbul bebagai macam gejala, seperti menguap-nguap,
menggigil, berkeringat, hidung dan mata basah, otot dan perut sakit, mual,
kemudian muncul halusinasi dan khayalan.
Ketika si pemakai sudah kecanduan, maka secara fisik maupun
mental ia sangat bergantung pada pemenuhan kebutuhan akan narkotika, dan dosis
yang dipakai akan terus bertambah, sehingga daya tahan tubuh akan terus
berkurang. Dan puncaknya, pemakaian narkotika terlalu banyak melampaui dosis
normal/terlalu tinggi yang tidak bisa diproses tubuh karena daya tahan tubuh
turun secara drastis (overdosis) bisa menyebabkan kematian pada si pemakai.
- Narkotika Sebagai Masalah Sosial
Dalam banyak hal, penggunaan narkotika memang berkaitan
dengan kultur masyarakat disamping perkembangan sosial ekonominya. Sebagai
ilustrasi, rata-rata keluarga di Amerika Serikat menyimpan sekitar 30 jenis
obat-obatan yang termasuk dalam jenis narkotika di dalam lemari obat dan
sejumlah minuman beralkohol di lemari minuman (Eitzen, 1986: 492).
Permasalahannya kemudian dapat berakibat pada kebiasaan
kecanduan jangka panjang bersifat merugikan baik secara fisik, psikologis,
maupun sosial. Penyalahgunaan dan pemakaian yang berlebihan dapat mengakibatkan
seseorang tidak berdaya, dimana zat adiktif yang terkandung dalam narkotika tersebut
akan mengendalikan orang yang bersangkutan, membuatnya berfikir dan bertindak
secara tidak konsisten dengan nilai-nilai kepribadiannya dan mendorong orang
tersebut menjadi semakin kompulsif dan obsesif (Schaef, 1987: 18). Dampak
lainnya adalah si pecandu akan berkurang; kontaknya dengan diri sendiri, dengan
orang lain, dan dunia sekitar. Hal ini selain karena efek dari penggunaan
narkoba yang mempengaruhi suasana hati, juga proses pemakaiannya yang sudah
pasti sembunyi-sembunyi dari publik atau dengan kalangan tertentu sesama
pecandu saja.
Ada beberapa sebab yang melatar belakangi individu menjadi
pengguna bahkan pecandu narkotika. Salah satunya adalah sosialisasi individu.
Penjelasannya bisa melalui tiga pendekatan, antara lain;
·
Pertama urbanisme, suatu penjelasan yang berangkat dari argumen
karakteristik dan kehidupan kota. Asumsi dasarnya adalah kehidupan kota yang
cenderung impersonal dan anonim. Berbeda dengan masyarakat kota yang
hubungannya lebih bersifat tatap muka dengan kontrol sosial yang lebih ketat,
masyarakat kota dianggap lebih bebas dari keduanya. Apabila karakteristik kota
dan gaya hidup seperti ini terinternalisasi melalui proses sosialisasi, maka
akan lebih mudah mendorong seseorang untuk melakukan penyimpangan termasuk
mengkonsumsi narkotika.
·
Kedua
adalah melalui proses transmisi kultural. Dalam teorinya tentang proses
asosiasi yang diferensial (differensial association), Shutherland menjelaskan
kenapa seseorang menjadi jahat; sedangkan orang lain tidak, padahal berasal
dari karakteristik sosial yang sama, misalnya masyarakat urban. Seseorang
belajar untuk menjadi pecandu narkotika melalui proses interaksi. Apabila
lingkungan asosiasi yang paling dekat bersifat devian, maka kuat
kecenderungannya terjadi proses belajar tentang teknik dan nilai devian,
sehingga lebih memungkinkan tejadi tindak dan perilaku konsumsi narkotika
tersebut.
·
Ketiga,
melalui realita perbedaan subkultur. Dalam hal ini, penggunaan narkotika
merupakan suatu kebiasaan yag terintegrasi ke dalam subkultur tertentu. Dengan
demikian berarti kebiasaan tersebut akan mewarnai pengalaman, gaya hidup dan
cara hidup masyarakatnya, walaupun menurut ukuran subkultur lain atau pandangan
mayarakat umum dianggap sebagai penyimpangan. Oleh sebab itulah menjadi wajar
apabila pola tersebut terinternalisasi oleh anggota masyarakatnya melalui
proses sosialisasi.
Ketiga penjelasan diatas mengindikasikan bahwa latar
belakang yang mempengaruhi seseorang mengkonsumsi narkotika adalah
faktor-faktor eksternal. Dan dalam proses sosialisasi tersebut mungkin juga
terdapat peranan tokoh-tokoh tertentu dalam memperkuat daya dorong faktor
eksternal tadi. Contoh pada level kelompok sebagai media sosialisasi adalah
teman sebaya dalam peer group. Mayoritas pengguna narkotika adalah para remaja
yang memang dalam kondisi emosi labil dan belum dewasa dalam menyikapi hal-hal
baru. Ketika dalam hubungan pertemanan yang intim, mereka akan mudah
terpengaruh ajakan teman untuk mencoba hal-hal baru semisal narkotika tersebut.
Meskipun ada semacam penolakan, tetapi akhirnya mereka yang belum matang
kepribadiannya akan terkena pengaruh juga.
Sumber permasalahan narkotika juga bisa dijelaskan
menggunakan perspektif labeling. Ada perbedaan interpretasi terhadap bentuk
penggunaan narkotika, sehingga kemudian mengakibatkan perbedaan label yang
diberikan. Perbedaan interpretasi tersebut disebabkan oleh perbedaan referensi
yang digunakan, perbedaan kepentingan dan perbedaan konstelasi sosial ekonomi
politik. Label “deviasi” pada narkotika biasanya diberikan atas reaksi
penolakan (social reaction) pada obat tersebut. Namun bisa saja golonan
masyarakat lain memberikan label yang berbeda. Semisal pada kasus mariyuana
yang terjadi di Amerika Serikat, pemberian legitimasi bagi pengguna jenis obat
tersebut berhubungan langsung dengan jumlah pemakai yang merupakan anak-anak
lapisan menengah dan atas (Etzen, 1986: 520). Sebaliknya, pemberian label
sebagi devian bagi pemakai jenis obat tertentu yang biasa dilakukan lapisan
bawah yang diikuti kebijakan represif dapat menciptakan siklus counter
productive bagi ilegalitas dan aktivitas kriminal. Tendensi ke arah deviasi
akan lebih kuat apabila tumbuh kesan dan perasaan diperlakukan tidak adil.
Selain dengan menggunakan perspektif labeling, sumber
masalah narkotika dapat dilihat dari sudut sistem yang luas. Masalah
penyalahgunaan narkotika dipandang sebagai dampak dari sistem yang kurang
memberi peluang, sarana, dan saluran bagi masyarakat guna memenuhi berbagai
aspirasi dan kebutuhannya. Sebagaimana diketahui, masalah sosial dapat terjadi
akibat tidak adanya keseimbangan antara kebutuhan dan sumber-sumber pemenuhan
kebutuhan (Wirjosumarto, 1973: 20). Jadi jika sistem yang berlaku kurang
berhasil mengalokasikan sumber-sumber yang ada, maka akan muncul masalah sosial.
Pendapat Maslow (Eitzen, 1986: 10) tentang berbagai variasi
kebutuhan seperti kebutuhan fisik (penopang hidup), rasa aman, dukungan
kelompok, harga diri, memperoleh penghargaan dan aktualisasi diri, serta
pandangan Goulet (1973: 94) tentang tujuan pembangunan yang meliputi perbaikan
hal-hal yang berkaitan dengan penopang hidup, harga diri, dan kebebasan dari
penindasan, ketidakacuhan, kesengsaraan, kemelaratan, dapat memperjelas hal
ini. Dengan tidak tertampungnya aspirasi dan tidak terpenuhinya kebutuhan melalui
sistem yang ada, maka dapat menyebabkan kehidupan di dalam sistem terasa
menyesakkan dan mendorong mereka yang tidak puas atau kecewa mencari alternatif
pemenuhan lain atau sekedar pelarian dengan cara-cara diluar sistem. Dan salah
satu alternatif yang sering dirasa paling manjur antara lain adalah pemakaian
narkotika. Karena seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, efek pemakaian
narkotika bisa mengubah suasanan hati menjadi pelupa. Media narkotika menjadi
efektif untuk melupakan kekecewaan hidup dan untuk merasakan sensasi lain atas
ketidakpuasan dari kesalahan sistem.
Kepincangan sistem juga akan berakibat pada lemahnya
penanganan represif narkotika dan masalah sosial yang ditimbulkannya, sebab
kepincangan sistem juga berarti tidak berfungsinya lagi norma-norma sosial yang
ada secara optimal. Institusi kontrol dan pengendalian sosial hanya sekedar
formalisasi, sehingga sudah tidak lagi relevan menghadapi masalah-masalah
sosial yang muncul.
Para pengguna dan pecandu cenderung mengabaikan aturan-aturan
yang berlaku karena kesadaran mereka menurun drastis dalam pengaruh pemakaian
narkotika. Mereka bersikap apatis atas norma-norma yang ada, sehingga
memunculkan banyak tindak kriminalitas seperti pencurian, perampokan,
pembunuhan, pemerkosaan, penganiayaan, pengrusakan, dan sebagainya yang tentu
berefek buruk pada masyarakat luas. Kebutuhan akan rasa aman dan kebebasan atas
penindasan semakin sulit untuk terpenuhi. Warga masyarakat resah akan
eksistensi narkotika (dalam sistem yang meliputi baik pengolahan, peredaran,
penyalahgunaan, dan dampak dari penyalahgunaan narkotika tersebut) karena
mengancam eksistensi atas norma-norma yang berlaku dan tidak terpenuhinya
kebutuhan-kebutuhan pokok mereka untuk bisa menjalani kehidupan secara normal.
Hal ini juga berhubungan erat dengan kelangsungan hidup generasi mendatang yang
semakin rentan terhadap jerat narkotika, sehingga pembangunan kesejahteraan
masyarakat menuju negara dan bangsa yang utuh akan semakin terganggu disebabkan
kualitas sumber daya manusianya yang semakin menurun.
Menelaah lebih khusus lagi masalah kecenderungan tindak
kejahatan pemakai narkotika bisa dilihat dari perspektif hukum yang dikenal
dengan istilah concurus realis. Concurus realis berarti melakukan lebih dari
satu tindak pidana. Istilah tersebut tepat untuk menggolongkan suatu gejala
patologi sosial yang menggejala pada masyarakat yang semakin terbawa arus
globalisasi dan modernisasi belakangan ini.
Gejala concurus realis tersebut jelas menunjukkan bahwa
penyalahgunaan narkotika dan pemakainya bukan masalah atau bahaya yang berdiri
sendiri, tetapi secara tidak langsung ia merupakan masalah yang sangat
potensial bagi munculnya masalah lain yaitu perbuatan kejahatan yang dilakukan
oleh para pemakai narkotika tersebut.
Dengan melihat berbagai latar belakang yang sudah disebutkan
sebelumnya, individu mulai terlibat dalam pengkonsumsian narkotika. Pada
mula-mulanya individu tersebut hanya mencoba-coba atau iseng karena mungkin
tekanan dari luar ataupun dorongan pribadi atas segala masalah hidupnya di
dalam masyarakat modern yang makin lama berkembang semakin kompleks. Perasaan
khusus yang ia rasakan setelah mengkonsumsi narkotika tersebut memberinya efek
menyenangkan. Dari sinilah muncul proses belajar yang mengikuti prinsip the law
of effect; artinya sesuatu yang memberi akibat menyenangkan cenderung dilakukan
berulang-ulang. Kecanduan adalah istilah dalam narkotika untuk menggambarkan
prinsip tersebut. Individu akan sulit melepaskan diri dari narkotika jika sudah
pada taraf kecanduan, karena jika tuntutan pemakaian narkotika tidak dipenuhi
maka individu tersebut akan mengalami penderitaan fisik semisal berkeringat
dingin, menggigil, jantung berdebar-debar, bahkan sakaw. Kebutuhan akan
narkotika dalam situasi demikian akan membuat individu tersebut menggunakan
segala jenis cara untuk mendapatkan narkotika walaupun harus melanggar
norma-norma yang berlaku, asalkan bisa memperoleh uang untuk membeli barang
haram tersebut. Maka maraklah pencurian, penipuan, perampokan, dan berbagai
tindak kejahatan lainnya. Perilaku tersebut biasanya bukan hanya karena
pengaruh internal individu saja, tapi juga doktrinasi norma-norma menyimpang
yang berkembang dan ditularkan oleh individu-individu lain yang dekat dengan si
pemakai tersebut (peer group, teman sebaya, dan sebagainya).
Beberapa penjelasan tentang dampak serta efek negatif
penyalahgunaan narkotika pada kehidupan sosial masyarakat secara umum
diatas menjadi benang merah hubungan
narkotika dan masalah sosial. Ketika narkotika dikonsumsi oleh individu atau sekelompok
golongan tertentu yang tidak berdampak meluas kepada masyarakat atau digunakan
untuk kepentingan legal semisal untuk kesehatan ataupun ilmu pengetahuan, maka
masalah narkotika tersebut belum menjadi sebuah masalah sosial. Tetapi realita
yang terjadi adalah dampak penggunaan narkotika secara luar biasa meluas ke
berbagai lapisan masyarakat dari yang terendah sampai yang tertinggi. Maka dari
itu, narkotika digolongkan sebagai suatu masalah sosial.
- Faktor penyebab terjadinya penyalahgunaan narkotika
Banyak faktor penyebab yang membuat seseorang untuk
terjerumus dalam penyalahgunaan narkotika, bisa faktor lingkungan social,
kepribadian dan juga bisa dengan faktor
dalam keluarga, terkadang banyak dari individu yang tidak bisa mengatasi
masalahnya sehingnga individu tersebut malah menggunakan narkotika sebagai cara
untuk bisa mengatasi semua yang sedang di hadapi.penyalahgunaan narkotika dan
obat-obat perangsang yang sejenis erat kaitanya dengan beberapa hal yang
menyangkut sebab, motivasi dan akibat yang ingin di capai. Secara sosiologis,
penyalahgunaan narkotika oleh masyarakat merupakan perbuatan yang disadari
berdasarkan pengetahuan/ pengalaman sebagai pengaruh langsung maupun tidak
langsung dari proses interaksi social. Secara subjektif individu,
penyalahgunaan narkotika oleh kaum remaja sebagai salah satu akselerasi upaya
individu/ subyek agar dapat mengungkap dan menangkap kepuasan yang belum pernah
dirasakan dalam kehidupan keluarga yang hakikatnya menjadi kebutuhab primer dan
fundamental bagi setiap individu,
terutama bagi anak remaja yang sedang tumbuh dan berkembang dalam segala
asfek kehidupannya. Secara obyektif penyalahgunaan narkotika merupakan
visualisasi dari proses isolasi yang pasti membebani fisik dan mental sehinnga
dapat menghambat pertumbuhan yang sehat.
Secara universal penyalahgunaan narkotika dan zat-zat lain
yang sejenisnya merupakan perbuatan distruktif dengan efek-efek negatifnya.
Menurut Sudarsono, seorang yang menderita ketagihan atau ketergantungan pada
narkotika akan merugikan dirinya sendiri,
juga merusak kehidupan masyarakat. Sebab secara sosiologis, mereka
menggangu masyarakat dengan perbuatan-perbuatan kekerasan, acuh tak acuh,
gangguan lalu lintas, dan kriminalitas lainnya. Bahaya penyalahgunaan narkotika
benar-benar sangat merugikan masyarakat terutama bagi pemakainya sendir,
sedangkan yang terjadi pada masyarakat Indonesia, penyalahgunaan narkotika
tidak hanya di kalangan tua, dewasa saja. Dalam kenyataan kaum remaja juga
sudah banyak terseret dalam dunia distruktif yakni penyalahgunaan narkotika.
Faktor-faktor
penyebab terjadinya penyalahgunaan narkotika antara lain:
- Lingkungan sosial
1. karena ingin tahu
2. adanya kesempatan
3. sarana dan prasarana
- Kepribadian
1. emosional dan mental
2. rendah diri
- keluarga
- Penanganan dan penanggulangan Masalah Narkotika
Penanggulangan penyalahgunaan narkotika dikalangan
masyarakat dilakukan sedini mungkin melalui tindakan yang bijaksana setelah mengetahui
sebab-sebab penyalahgunaan narkotika yang sebagian besar adalah kaum remaja. Di
samping itu perlu diungkapkan sebab-sebab
munculnya para pengedarserta beberapa sebab yang erat kaitanya dengan
bidang social, ekonomi, kultural dan mental. Secara global upaya penanggulangan
penyalahgunaan narkotika dalam kalangan masyarakat dapat dilakukan secara moralistic dan abolisionistik yaitu:
Cara moralistic dalam usaha menanggulangi penyalahgunaan
narkotik adalah menitikberatkan pada pembinaan moral dan membina kekukuhan
mental masyarakat, juga membina mental dan moral seorang anak remaja. Dengan
pembinaan moral baik masyarakat lebih-lebih anak remaja tidak mudah terjerumus
dalam penyalahgunaan narkotika. Nilai-nilai moral akan mampu menggagalkan, setiap orang bermoral dengan sendirinya akan
menjauhjan dirinya dari bahayanya narkotika. Dengan pembinaan agama yang
sebaik-baiknya berarti masyarakat dan anak remaja akan memiliki kekuatan mental
yang kokoh sehingga tidak mudah melanggar hokum baik tertulis maupun tidak
tertulis, yang berarti pula tidak akan menggunakan narkotika dan obat-obatan
yang sejenis swcara illegal.
Cara abolisionistik dalam usaha menanggulangi penyalahgunaan
narkotika oleh masyarakat dan kaum remaja adalah dengan berusaha memberantas, menanggulangi
kejahatan dengan memberantas sebab musababnya upamanya kita ketahui bahwa
faktor faktor tekanan ekonomi( kemelaratan) merupakan salah satu faktor pnyebab
kejahatan maka usaha untuk mencapai kesejahteraan untuk mengurangi kejahatan
yang disebabkan oleh faktor ekonomi merupakan cara abolisionistik.
Menanggulangi penyalahgunaan narkotika tidak jauh berbeda
dengan upaya penanggulangan kejahatan pada umumnya. Cara moralistic dan
abolisionistik dapat dilaksanakan scara bersama-sama akan tetapi dapat pula
digunakan salah satu dari keduanya. Penggunaan dengan cara-cara yang ada
hendaknya memperhatikan kondisi kondisi yang paling memadai untuk mencapai
hasil yang diharapkan.
Masalah narkotika berada dalam ruang lingkup yang cukup luas
di masyarakat karena pengaruhnya sampai ke berbagai lapisan masyarakat. Ruang
lingkup pengaruh yang luas dan serba rumit (multi-kompleks) ini tidak bisa
ditanggulangi hanya dari satu pihak saja melainkan oleh semua pihak yang
berkepentingan secara bersama-sama dan serius. Kesadaran tentang adanya
kesatuan kepentingan, kesatuan pandangan, dan kesatuan tujuan inilah yang perlu
diwujudkan dan dijadikan landasan utama serta pendorong yang ampuh dalam
menanggulangi masalah penyalahgunaan narkotika. Dan mengingat kompleksnya masalah
ini, maka pola penanganannya harus lebih ditekankan pada tindakan pencegahan
(preventif) disamping juga pada tindakan pengobatan dan rehabilitasi
(represif).
Untuk penjelasannya, penanganan masalah narkotika bisa
melalui beberapa pranata sosial yang ada dalam masyarakat dibawah ini, dengan
mengacu pada tindakan-tindakan riil yang bisa dilakukan. Antara lain;
- Keluarga
Keluarga sebagai satuan sistem terkecil dalam masyrakat
harus menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik, terutama berkenaan dengan
pendidikan anak. Pendidikan disini adalah pendidikan karakter serta kepribadian
si anak. Anak harus dididik agar terbentuk karakter dan kepribadian yang baik
serta kuat untuk menjadi modal perkembangan si anak selanjutnya menuju masa
remaja dan dewasa, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh berbagai hal negatif
yang membahayakan si anak sendiri, antara lain pengaruh penyalahgunaan
narkotika.
Banyak juga kesaksian para pengguna dan pecandu narkoba yang
menuturkan bahwa salah satu motivasi terbesar mereka dalam pengkonsumsian
narkotika adalah karena keadaan keluarga yang kurang harmonis. Oleh karena itu,
pengobatan dan rehabilitasi para korban narkotika harus ditekankan pada
pembinaan keluarganya. Hubungan yang baik antara orang tua dan anak tentu akan
mempercepat proses penyembuhan. Namun sebelum hal tersebut terjadi, yang paling
penting tentu agar setiap keluarga menjaga keharmonisan hubungan antara anggota
keluarga serta pengawasan dan pemberian kasih sayang yang memadai agar si anak
tidak meluapkan ketidaknyamanan di lingkungan internal keluarga untuk hal
negatif semisal narkotika tersebut di luar lingkungan keluarga.
Poin penting lainnya adalah berhubungan dengan pola asuh
anak yang jika terlalu dimanja maka akan mudah terseret pada narkotika. Hal ini
disebabkan karena jika segala permintaan si anak dipenuhi terutama uang, orang
tua tidak selalu tahu pasti untuk apa uang tersebut digunakan. Juga pemenuhan
fasilitas lain yang mendekatkan si anak pada lingkungan para pengguna
narkotika. Oleh karena itu, perlu pola pengasuhan anak yang tepat untuk tidak
terlalu keras, tidak bersikap masa bodoh, namun juga tidak terlalu dimanjakan.
Orang tua harus menanamkan disiplin yang wajar, juga memberi contoh hidup yang
baik agar dikenal dan diteladani. Selain itu juga perlu kontrol yang rutin atas
pengaruh-pengaruh buruk yang mungkin bisa merasuki pemikiran dan pola perilaku
anak yang berasal dari luar, semisal teman sebaya, televisi, internet, serta
terhadap penggunaan waktu luang anak agar dapat diisi dengan kegiatan yang
bermanfaat.
- Pendidikan
- Pendidikan Formal
Bila sekolah mampu mengoptimalkan fungsinya yaitu
mengembangkan serta memajukan kepribadian, pengetahuan, dan keterampilan si
peserta didik, maka akan mampu menghasilkan generasi muda yang baik, yang dapat
berfungsi pula sebagai sarana pencegahan generasi muda dari penyalahgunaan
narkotika.
Disini juga ditekankan peran pendidik dalam melakukan
penanganan yang tepat dalam menghadapi peserta didik yang ketahuan menggunakan
narkotika. Tindakan kekerasan tidaklah akan efektif. Jalan terbaik adalah
meneliti dengan seksama apa yang menjadi
penyebab si anak melakukan hal tersebut. Karena dengan diagnosis masalah yang
tepat, maka pendidik akan secara tepat pula untuk penanganan masalahnya.
Tindakan yang bijaksana adalah membujuk dan menasehati anak itu, dan memberikan
pengertian yang logis dengan penuh kasih sayang. Para pendidik hendaknya
menganggap para korban sebagai orang yang sakit, orang yang harus mendapat pertolongan,
dan bukan sebagai penjahat yang harus mendapat hukuman yang berat.
Yang tak kalah penting adalah pendidikan agama. Bahwa dengan
meningkatkan iman dan takwa si peserta didik melalui proses pendidikan, maka
dengan sendirinya si peserta didik tidak
akan berani mencoba-coba narkotika karena selain merugikan diri sendiri dan
orang lain, narkotika juga termasuk barang yang diharamkan jika disalahgunakan
manfaatnya, dan akan berdosa jika tetap mengkonsumsinya.
- Pendidikan non formal/luar sekolah
Disini pendidikan luar sekolah berarti pengembangan bakat,
keterampilan, sikap, dan nilai-nilai dalam proses sosialisasi di masyarakat
luas. Semisal dalam perkumpulan olahraga, disini individu bisa lebih intens
dalam kegiatan pengembangan kesehatan jasmani maupun mental, mengenai
kemasyarakatan, maupun organisasi. Atau di dalam perkumpulan kesenian, disini
tiap individu bisa dengan leluasa mengembangkan apresiasi seninya, estetika,
bobot, dan hobi, serta mempelajari kebudayaan nasional agar terbentuk tameng
bagi serbuan kebudayaan asing yang beberapa unsurnya bisa berefek negatif bagi
individu tersebut, antara lain pengaruh narkotika yang diserap dari kebudayaan
para remaja di negara-negara barat.
Inti dari kegiatan pendidikan di luar sekolah adalah
bagaimana membuat individu-individu terutama para remaja untuk seaktif mungkin
mengembangkan bakat, keterampilan, hobi, sikap, dan nilai-nilai di dalam
kegiatan perkumpulan yang ada agar individu-individu tadi diharapkan bisa
seminimal mungkin terhindar dari pengaruh narkotika. Dengan berkecimpung dalam
perkumpulan yang beranggotakan non-pengguna narkotika, maka sudah ada modal
yang baik bagi masa depan si individu untuk tidak mendapat pengaruh akan
narkotika. Kegiatan yang intens juga akan menguras tenaga maupun pikiran individu
tersebut untuk hal-hal yang positif. Bila proses pendidikan berhasil
menumbuhkan kepribadian yang baik, maka individu tersebut akan tahu bahwa
penyalahgunaan narkotika itu berbahaya baik bagi dirinya sendiri maupun bagi
masyarakat luas, sehingga dengan sendirinya ia tidak akan mengkonsumsi barang
haram tersebut.
- Polri
Polri diharapkan bisa optimal dalam menyelidiki setiap kasus
narkotika agar bisa diberantas sampai ke akar-akarnya. Diharapkan pelaku juga
bisa ditindak dengan lebih tegas agar bisa menjadi semacam bagi pelaku lain di
luar sana yang belum tertangkap. Hukuman yang tegas ini sekaligus juga bisa
menunjukkan keseriusan Polri dalam menangani kasus-kasus narkotika, sehingga
mata rantai peredaran narkotika bisa terputus.
Dalam
pembinaan, Polri bisa menangani para penyalahguna baik dengan cara isolasi bagi
korban ringan, maupun pengiriman langsung ke rumah sakit umum, rumah sakit
jiwa, atau pusat rehabilitasi penderita narkotika bagi korban yang sudah
kronis.
- Departemen Kesehatan
Peran departemen kesehatan dalam penanganan narkotika ialah
dalam penanggulangan secara preventif maupun represif. Preventif antara lain
melalui penerangan dan penyuluhan seluas-luasnya kepada masyarakat, baik
generasi muda maupun tua, juga instansi-instansi pemerintah dan swasta tentang
ancaman narkotika baik pada diri pribadi maupun bagi masyarakat luas. Sedangkan
dalam usaha represif yaitu pengobatan dan rehabilitasi, Departemen Kesehatan
telah menyediakan fasilitas perawatan, baik dalam rumah sakit umum, rumah sakit
jiwa, rumah sakit swasta, maupun pusat rehabilitasi, lengkap dengan para
ahlinya.
- Departemen Sosial
Tindakan preventif Departemen Sosial antara lain melalui
wadah Karang Taruna sebagai program pengisian waktu luang bagi anak-anak dan
remaja. Disini para remaja diarahkan agar membentuk dan mengembangkan
kepribadian sehingga menjadi manusia dewasa yang mempunyai rasa tanggung jawab
masyarakat dan sosial yang tinggi. Jika sudah demikian maka diharapkan para
remaja tidak terjebak pada pengaruh narkotika karena dapat menjadi sumber
masalah di masyarakat luas.
Untuk memantapkan program Karang Taruna, Departemen Sosial
juga menyelenggarakan penataran-penataran bagi pengurus Karang Taruna di
seluruh Indonesia. Lalu Departemen Sosial juga melaksanakan program rehabilitasi/resosialisasi
untuk mengembalikan para korban pengaruh narkotika yang telah mendapat
rehabilitasi medis dan psikiatris kembali ke dalam masyarakat dan
mengoptimalkan sumber dayanya untuk kemajuan pembangunan dan kesejahteraan.
Dan yang paling penting dari usaha-usaha penanganan masalah
sosial narkotika tentu saja dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat,
karena seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, para penyalahguna, pengedar,
maupun pecandu pada dasarnya dekat di sekitar kita. Namun kadang kita kurang
peka terhadap gejala-gejala yang terlihat, bahkan acuh tidak acuh melihat
kenyataan keberadaan para pengedar, penyalahguna, ataupun pecandu karena merasa
bukan urusan kita. Kita kurang menyadari bahwa selain dampak personal,
narkotika juga dapat menjadi masalah sosial yang nantinya juga kembali
berpengaruh negatif pada kita dan orang-orang yang kita sayangi.
Sudah saatnya kita tidak hanya diam atau menutup mata atas
realita dunia narkotika dan ikut berperan serta untuk menghancurkan sistem di dalamnya
serta memutus mata rantai setan narkotika yang mengancam kelangsungan generasi
muda sebagai tulang punggung masa depan negara dan bangsa. Bahwa dalam
perspektif pembangunan masyarakat, faktor manusia tidak semata-mata berfungsi
sebagai potensi yang dapat digerakkan, akan tetapi lebih bersifat sebagai aktor
atau pelaku dalam proses pembangunan itu sendiri. Bagaimana bisa proses
pembangunan bisa berjalan dengan baik jika para aktornya sendiri terjebak dalam
dunia hitam? Sebagai seorang manusia yang telah diamanahkan sebagai khalifah di
muka bumi ini, kita terlalu berharga untuk hanya sekedar pelan-pelan hancur
karena narkotika.
Sumber Bacaan:
- Hermawan S, Rachman. 1985. Pnyalahgunaan Narkotika Para Remaja Suatu Pengantar Msalah dan Uaha-usaha Pnanggulanganya. Bandung: Alumni.
- Irwanto dan Denny. Yatim986. Kribadian, Kluarga, dan Nrkotika: Tnjauan sosial-psikologi. Jakarta: Arcan.
- Sudarsono. 1991. Knakalan Rmaja: Rmaja dan Nrkotika. Jakarta: PT Rneka Cpta.